Rabu, 19 Oktober 2011

Aku ada di celah hatimu

Orang bilang :
“Cinta itu indah
Cinta adalah anugrah
Dengan cinta semua akan sirnah”

Namun berbeda dengan kisahku ini, putu itulah namaku. Nama yang selalu menjadi kebanggaanku. Aku yang kini hidup dalam kebahagiaan, dapat dibilang aku telah mencapai surga di dunia ini. Surga dimana aku telah memiliki keluarga yang bahagia, kekasih yang menyayangiku, sahabat yang selalu ada untukku dan teman-teman yang berlari bersamaku menjelajahi kehidupan ini.
Kisah pahitku dimulai saat setan neraka tak senang melihat senyumanku, saat iblis mulai mengganggu jalanku, saat itulah kebahagiaanku sirnah. Hari itu saat aku di sekolah, hari ini adalah hari dimana aku ingin merayakan hubunganku dan kekasihku, namanya kekasihku kadek, yang sudah mencapai 3 bulan. Aku tak menyangka jika aku dan dia telah menjalani hubungan ini selama 3 bulan lamanya. Rasa senang dan riang, Hanya itu yang menghiasi benakku, aku ambil handphone lamaku yang dapat dibilang sudah ketinggalan zaman, aku cari namanya di kontak itu, “panda” itulah sebutan yang aku berikan pada kekasihku tercinta. “sayang, kita ketemu yuk? Kita rayain 3 bulanan kita.”, smsku kepadanya. Tanpa menunggu lama, handphoneku berkedip-kedip, “ia sayang, tapi ntar ada sahabatku kesini, enggak apa-apa kan? Nanti aku kenalin ke sayang deh”. Tanpa pikir panjang, lalu aku balas “ia”. Betapa berbunganya hatiku ini. Seketika hujan yang mengguyur tubuhku saat aku menuju rumah terasa hangat, sepertinya rintik hujan ikut menari merasakan kegiranganku.
Di rumah, aku segera berlari menuju kamarku, kamar yang menjadi tempat terindah dalam hidupku. Aku pilih baju merah muda lengan panjangku yang aku beli saat ditemaninya, aku pasangkan dengan celana panjangku. Aku rias wajahku, aku poles dengan sedikit bedak, dan lipgloss milikku. Aku tersenyum di depan cermin meja hiasku yang setiap hari selalu mengomentari dandananku lewat pantulan bayanganku. Sepertinya cermin itu ikut tersenyum dan bertanya mengapa aku bahagia. Aku hanya berputar-putar riang di depan cermin itu. Tepat pukul 2 siang, aku kendarai vario pinkku yang akan mengantarku ke tempatnya, dia yang sudah menungguku.
Setiba aku disana, perasaanku berubah, entah kenapa kebahagiaan itu sirnah, yang ada hanyalah ketakutan. Namun tetap saja aku langkahkan kakiku untuk menemuinya, ternyata disana ada tiga orang temannya, santi, tira, dan sila. Aku pun dikenalkan dengan sahabat-sahabatnya, entah kenapa saat giliranku berkenalan dengan tira, dan saat aku sudah menyodorkan tangan untuk berkenalan, dia malah acuh padaku. Rasa tidak nyaman mulaiku rasakan, terlebih lagi saat kadek, kekasihku, tak peduli akan keberadaanku disana, ia hanya memegang tanganku dan menaruh kepalanya di bahuku sebentar dan setelah itu ia terbangun. Yang bisa aku miliki saat itu hanyalah tangannya, itupun hanya tangan kirinya, bukan kedua tangannya. Namun ketika tira membutuhkan bantuan karena ia terjatuh di teras rumah kadek, kadek, kekasihku langsung berlari dan memberikan genggaman tangannya untuk membantu tira, namun dia terjatuh dan mereka berdua berpelukan. Mungkin tak mereka sadari aku melihat mereka saat itu, namun mereka hanya sibuk berdua, tanpa menghiraukan aku yang berada di sana.
Rasa sakit, mungkin itu katanya tepat untukku, ingin rasanya aku berkata, “aku disini, di belakangmu, lihatlah aku, jangan kau buang diriku saat aku berada di dekatmu”, namun tak bisa aku berkata seperti itu. Sahabatnya yang merebutnya dariku, lebih-lebih tira yang selalu mencari perhatian kekasihku, dan kekasihku pun meresponnya. Aku hanya terdiam, menggerutu dalam hati kecilku, ingin rasanya aku menangis, berlari ke tempat yang tak akan ada yang tahu. Puncak kekesalanku saat aku bertanya padanya, “sayang kok enggak mau beli maem?”. Jawabannya “ia mau ngirit sayang, aku enggak punya uang”. Aku mengerti dan menerima alasan itu. Seling 15 menit, tira, santi, dan sila mengajak kekasihku untuk keluar, tira bilang, “dek, makan yuk? Laper nih”, dengan cepat kekasihku menjawab “ia”. Remuk hatiku, mungkin itu keadaan hatiku, dalam benak aku bertanya “mengapa saat tira mengajaknya makan, dia malah mau?.” hatiku yang kini sudah menangis, aku lekas merapikan barang-barangku dan pulang tanpa pamitan, diapun hanya membukakan pintu untuk kepergianku, tanpa kecupan hangat untuk keningku yang biasanya aku dapatkan darinya .
Di jalan, sakit itu amat terasa, aku kesal, aku marah, aku sedih, aku cemburu, aku ingin berteriak agar tuhan mendengarku. Tapi apa daya, aku hanya bisa menangis, dan menangis. Ternyata rasa cintaku membuatku sakit, membuatku terluka. Aku yang saat itu tak bisa mengendalikan emosi lalu mengambil handphone di jaketku. Aku sms kekasihku, “sayang, aku akan selalu mencintaimu, dan akan selalu bersamamu, walau aku hanya mendapat sedikit celah dihatimu, namun aku akan selalu ada di sini, di celah itu”. Setelah aku mengirim sms itu, a………….a………. dddaaarr tabrakan singkat membuat ragaku terpental ke sisi jalan, samar-samar aku lihat orang-orang mulai mengerumuniku, menepuk-nepuk pipiku, dan aku segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Saat aku sempat membuka mata, aku melihat keluarga yang menangis disampingku, dan kekasih yang ada di dekatku memegang tanganku erat, namun aku tak bisa mendengar apa yang mereka katakan, aku hanya tersenyum dan berkata, “aku akan selalu disini, aku ada di setiap senyuman kalian. Dan untukmu sayang, aku mencintaimu setulus hatiku, namun hanya maaf yang aku bisa sampaikan”. Setelah itu mataku terasa berat, dan perlahan mulai menutup, ternyata itulah saat terakhir aku membuka mataku, aku merasakan mereka menggoyang-goyangkan tubuhku sekejap. Dan saat aku meninggalkan ragaku bersama malaikat putih yang menjemputku, aku melihat semua orang menangis dan berusaha menyadarkan ragaku, raga yang sudah tak bernyawa. Aku mendekati kekasihku dan berbisik “aku selalu ada di celah hatimu”
Hari itulah hari terakhir aku bisa memegang tangannya walau sekejap. Dan kini aku akan berada di alam lain. Namun aku akan selalu ada disini, walau aku hanya mendapat tempat sedikit celah dihatimu.

Ni Wayan Eka Malini

Rabu, 17 Agustus 2011

"sahabatku"


 Betapa bahagianya kalau kita memiliki sahabat yang setia dan mau menerima kita, setia serta ada untuk kita. Kata sahabat begitu indah terdengar di telinga, sahabat yang berarti sebuah jalinan pertemanan yang setia, bersama saat suka maupun duka. Inilah kisah persahabatanku yang pertama.
            Saat aku hidup dan merasakan sentuhan dunia, aku berjalan sendiri di luar sana, meskipun di dalam sini ada sebuah keluarga yang akan setia menuntun dan menompang ku saat aku mengalami suatu peristiwa. Namun saatku berjalan menembus sebuah lorong dalam dunia luar, mulai ku rasakan rasa dingin yang tak bersahabat dengan diriku. Ku jalani semua itu, ku tetap berdiri tegar dan berjuang agar aku bisa menjadi yang terbaik. Masa-masa SD telah aku lewati, hingga datanglah masa SMP yang jenjangnya lebih tinggi. Masa itu aku jalani seperti biasa hingga akhirnya aku temukan sebuah arti hidup. “sahabat” = “bff” = “best friends forever”. Sahabat begitu gampang bibir ini saat mengucapkan kata itu, namun apabila ditelusuri makna kata sahabat itu amatlah mulia dan indah. Kini saat aku sudah remaja dan berada di bangku SMA, sahabatku mulai kurasa menjauh, mungkin karena sekolah kami yang telah berbeda jauh, atau memang kesibukan yang tidak bisa dikendalikan hingga kami tak bisa bertemu. Ayik, diesa, santi itulah nama sahabatku, mungkin diantara kami sering terjadi konflik, apalagi sifatku yang dingin dank eras ini terkadang sering menyinggung perasaan sahabatku.
            Pada suatu hari, tepatnya tgl. 27 Juni 2011 ayik mengusulkan untuk bff jalan-jalan bersama pada tgl 29 Juni 2011, betapa bahagianya kami mendengar usul itu dan menyetujuinya, namun di benakku merasa ada yang mengganjal, aku takut rencana itu gagal. Hingga pada tgl 28 Juni 2011 pada malam hari, santi mengatakan kalau dia bisa asal berangkat siang, ayik yang tidak menyetujui itu langsung membatalkan acara. Hingga keesokan harinya karena santi merasa bersalah santi menemuiku dan diesa agar mengantarnya kerumah ayik untuk minta maaf, terlebih lagi saat aku tahu ayik sedang bersih-bersih rumah. Namun apa daya, setelah kami sampai di rumah ayik hanya rumah kosonglah yang kami lihat, ayik ternyata pergi dengan kakaknya, betapa sedihnya hatiku, seorang sahabat seperti itu, apakah ini persahabatan, akhirnya aku, diesa dan santi memutuskan untuk berjalan-jalan.
            Namun persahabatan tetaplah persahabatan yang harus dipelihara agar tidak pecah dan dirawat agar tetap indah, kamipun memaafkan ayik dan memutuskan untuk bertirta yatra setelah galungan nanti.
            Sahabat memang tidaklah abadi, karena tidak ada yang abadi di dunia ini, namun tidak ada salahnya apabila sahabat itu kita pertahankan dan kita jaga agar tetap terjalin meskipun tidak erat.

Kamis, 21 Juli 2011

SALAM TRISMA!

          Kata itulah yang terngiang pertama kali di telingaku saat aku kembali membuka kenangan yang telah lama kupendam. Teriakan kakak osis yang tiap pagi buta menyapa telingaku yang selalu menghentakkan kaki mereka dan meneriakkan deruan kalimat padaku dan teman-teman angkatanku.

          “Kharisma” kata itu yang hingga kini menjadi pintu kegembiraan dalam hidupku. Kharisma, salah satu kelompok dari sekian kelompok yang ada. Wajah yang berbeda, cara bicara yang berbeda, tingkah laku yang berbeda, semua kulihat berbeda, dari sinilah aku temui hal yang baru, kumulai kisahku.

          Kharisma, bagiku adalah sebuah regu yang penuh kisah, kharisma memiliki orang-orang yang aktif berinspirasi dan menyumbangkan ide-idenya (saat membuat yel kelompok), selain itu ada pula duka dalam kharisma (saat pementasan budaya sempat terjadi konflik), ada pula tawa yang tak pernah bisa dilupakan (saat pendakian pertama kali). Kharisma memiliki semua yang mungkin kelompok lain tak memiliki.

          Seminggu telah berlalu, masa orientasi ditutup saat pendakian. Keesokannya perpisahan mulai terjadi, pembagian kelas yang tidak berdasarkan kelompok lagi. Hati yang berdegup mulai kurasakan karna sifatku yang tak pandai bergaul membuatku takut akan perpisahan.

          Hari pertama pembagian teman yang baru kulalui, kehebohan teman-teman baruku karena tak tahu dimana ruangan kelas X.2 membuat persaingan perebuatan kursi yang cukup heboh dikalanganku. Saat ruangan telah kuketahui, bergegas aku dan teman-temanku berlari menuju kelas itu, dan wah… aku dan teman sebangkuku (kusuma) memperoleh tempak duduk di deretan teman lawan jenisku. Perkenalan mulai terjadi dalam kurun waktu satu semester, di kelas ini, di ruangan ini, aku memulai sebuah persahabatan bersama 3 orang temanku (kusuma, adit, wiryawan) yang ternyata merupakan kelompok kharisma. Keakraban mulai kami alami, canda, tawa, susah, dan duka kami lalui bersama. Berbagai perdebatan dan pertengkaran telah kami rasakan bersama. Hingga suatu hari aku mengusulkan agar persahabatan kami diberikan sebuah nama, akhirnya adit memberi sebutan “TSF” atau “The Story’s Friendship”. Sebuah kisah pershabatan yang akan selalu kukenang dan kuukir dalam lubuk hatiku.

          Namun, aku menyadari setiap manusia tidaklah sama, setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda serta pemikiran yang berbeda. Tibalah penentuan penjurusan saat aku kini berasa di kelas XI. Dan akhirnya kami semua menemui penjuru yang berbeda, aku sendiri XI IPA 2, kusuma XI IPS, dan adit bersama wiryawan XI IPA 5. Hatiku mulai ketakutan, aku akan memulai mengenal teman-teman baruku. Aku takut memikirkannya, namun ternyata teman-temanku kini tidak jauh berbeda dibandingkan teman-temanku yang dulu. Hal itu tak begitu penting, yang penting adalah keutuhan persahabatanku. Persahabatan yang kini telah terjalin ternyata menemui sebuah cobaan. Persahabatan yang dibatasi oleh sebuah perbedaan kelas. Aku dan sahabat-sahabatku mulai berjuang agar persahabatan itu tetap kokoh.

          Akhirnya persahabatan tetap terjalin, persahabatanku tetap kokoh.